Quantcast
Channel: Konfrontasi - Petral
Viewing all articles
Browse latest Browse all 44

Petral Bubar, Mafia masuk ISC Pertamina? SBY bereaksi

$
0
0

SBY merasa tersindir dan difitnah sewaktu pembubaran PETRAL ramai dibicarakan publik. Sudirman Said selaku menteri ESDM tentulah banyak ditanya, mengapa PETRAL dibubarkan, mengapa sekarang, kenapa tidak dari dulu-dulu. Dan sebagainya. SBY mencoba membela dirinya melalui Twitter. Ia ngetweet yang isinya menyerang Menteri ESDM. Ia menulis “tuduhan dan fitnah Menteri ESDM dan pihak-pihak tertentu sulit saya terima. Rakyat Indonesia, doakan saya kuat menghadapi” Lalu ia menulis lagi “Tetapi kenapa harus menyalahkan pemimpin & pemerintahan sebelumnya. Popularitas bisa dibangun tanpa menjelekkan pihak lain”.

Tentu saja tidak cukup bagi SBY membela diri dengan hanya ngetweet dua kali di akun twitter. Publik justru semakin penasaran. Adakah keterlibatan SBY dengan mafia migas?, atau bahkan ia justru gembong mafia migas itu sendiri?. Lalu SBY menyampaikan klarifikasi yang lemah, bahwa ia tidak pernah mengetahui adanya usulan dari Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk membubarkan PETRAL. Klarifikasi SBY itu dengan sangat mudah dipatahkan. Hanya Dahlan Iskan sedang beristirahat dan menenangkan diri di Amerika, setelah ia tidak lagi menjadi menteri. Mungkin ia masih menunggu panenan pohon kaliandra yang sarat enerji, yang ditanamnya di ratusan desa yang belum dialiri listrik. Maka pertanyaannya, beranikah SBY melakukan klarikasi secara tuntas keterlibatannya dengan mafia Migas? Yang pasti tentu saja sulit bagi SBY untuk berkelit bahwa ia tidak tahu-menahu dengan operasi PETRAL sebagai trader minyak mentah dan BBM untuk Pertamina. Ia adalah Presiden RI yang memerintah selama 10 tahun yang sempat beberapa kali menaikkan harga BBM. Ia adalah presiden yang sebelumnya pernah menjabat Menteri Pertambangan dan Energi (mentamben) pada masa pemerintahan Presiden Gur Dur. Ia pastilah tahu persis bahwa Pertamina harus mengimpor BBM dan minyak mentah ratusan ribu barrel per hari untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia. Bisnis impor itu diserahkan kepada PETRAL. Muncul pertanyaan, mengapa SBY tidak mengambil inisiatif untuk membangun 2 atau 3 kilang minyak lagi, agar Indonesia bisa lepas dari impor?. Lalu mengapa usulan untuk membangun kilang minyak baru dari para pembantunya juga selalu mentok selama 10 tahun SBY berkuasa. Kilang minyak terakhir dibangun 20 tahun yang lalu, masih di zaman Pemerintahan Orde Baru.

Dengan tidak dilakukannya pembangunan kilang minyak baru, maka Indonesia akan terus menerus tergantung kepada BBM impor. Sedangkan kilang minyak yang ada, yang produksinya hanya 300 ribu barrel per hari, konon dirancang untuk jenis minyak yang harus dibeli dari Timur Tengah. Dengan tidak adanya pembangunan kilang minyak baru, maka sempurnalah ketergantungan Indonesia kepada BBM dan minyak mentah impor. Maka sempurnalah keuntungan yang diperoleh PETRAL. Tentu saja, berdasarkan akal sehat, PETRAL bisa leluasa menjalankan bisnisnya tanpa hambatan yang berarti karena mendapatkan perlindungan dari pihak-pihak yang berkuasa atau sangat berkuasa. Bisa oleh menteri dan bahkan dilindungi oleh presiden sendiri. Maklum PETRAL punya uang yang tidak terhitung banyaknya. Lalu dengan berbagai fakta tersebut masuk akal jika muncullah dugaan, SBY-lah sebenarnya yang menjadi pelindung PETRAL. Jadi SBY sebenarnya yang menjadi gembong mafia migas. Lalu sebagai pelindung kepentingan PETRAL, maka tentunya ada bagian dari keuntungan PETRAL yang mengalir ke istana Cikeas. Wacana pembubaran Petral muncul pertama kali pada 2006, di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, perusahaan yang bermarkas di Singapura tersebut rencananya akan digantikan oleh Integrated Supply Chain (ISC) yang dikomandoi Sudirman Said. Namun rencana itu tak berhasil karena ‘kuatnya’ Petral.

Bahkan Sudirman Said harus menerima pil pahit, dipecat pada 2009. Percobaan pembubaran Petral kembali muncul di era kepemimpinan Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN. Pada 2012 Dahlan menggulirkan kembali wacana pembubaran Petral karena disinyalir tempat tumbuh suburnya praktik mafia migas. Ini terkait temuan indikasi korupsi dan permainan kotor sejumlah oknum dalam impor minyak. Namun hingga lengser dari jabatannya, Dahlan gagal membubarkan Petral. Presiden Jokowi sudah memerintahkan untuk melalukan audit secara menyeluruh terhadap PETRAL. Maka kita harus bersabar selama setahun. Itulah waktu yang dibutuhkan untuk audit menyeluruh PETRAL dan dua anak perusahaannya yang bermarkas di Hongkong. Pada waktu itulah kita akan mengetahui siapa gembong migas yang sebenarnya. (M. Jaya Nasti/KCM)

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 44

Trending Articles